Salah satu sektor yang paling menggeliat dalam tiga tahun pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo-Jusuf Kalla adalah pariwisata.
Sektor ini tumbuh begitu pesat sehingga pemerintah berani memproyeksikan sektor pariwisata akan menjadi penyumbang devisa terbesar pada 2019.
Bukan target yang terlalu muluk. Sebab Indonesia memang punya seribu satu destinasi wisata, baik yang sudah terekspos maupun yang masih tersembunyi.
Apalagi dengan pembangunan infrastruktur yang terus digenjot, dunia pariwisata pun dipastikan akan menjadi primadona baru bagi pemasukan negara.
Lantas apa saja pencapaian pemerintah Jokowi yang akan genap berusia 3 tahun pada 20 Oktober di sektor pariwisata? Berikut lima di antaranya:
Penyumbang devisa terbesar
Pendapatan dari sektor pariwisata terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Pada 2015, misalnya, sektor pariwisata menyumbang devisa sebesar US$ 12,225.
Angka ini membuat pariwisata sebagai penyumbang devisa keempat terbesar di bawah Migas (US$ 18,574 miliar), CPO (US$ 16,427 miliar), dan batu bara (US$ 14,717 miliar).
Setahun kemudian, yakni 2016, sumbangan devisa pariwisata melonjak menjadi US$ 13,568 miliar. Angka ini membuat pariwisata menjadi penyumbang devisa kedua terbesar setelah industri kelapa sawit (CPO) yang menyumbang US$ 15,965 miliar.
"Perolehan devisa negara dari sektor pariwisata sejak tahun 2016 sudah mengalahkan pemasukan dari migas dan di bawah pemasukan dari CPO,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, Selasa 16 Oktober 2017.
Karena itu pemerintah kemudian menargetkan pariwisata sebagai penyumbang utama devisa pada 2019. Targetnya, pada 2019 nanti, pariwisata akan menyumbang US$ 24 miliar.
Pertumbuhan tercepat
Perusahaan media di Inggris The Telegraph mencatat Indonesia sebagai menjadi salah satu dari 20 negara dengan pertumbuhan pariwisata tercepat.
Bahkan mereka menilai pertumbuhan pariwisata Indonesia empat kali lebih tinggi dibanding pertumbuhan regional dan global. Data memang membuktikan klaim tersebut.
Pertumbuhan pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencapai 25,68 persen, sedangkan industri plesiran di kawasan ASEAN hanya tumbuh 7 persen dan di dunia hanya 6 persen.
Tak hanya itu, Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia menurut World Economy Forum (WEF) juga menunjukkan perkembangan menggembirakan. Menurut mereka, peringkat Indonesia naik 8 poin dari 50 di 2015 ke peringkat 42 pada 2017.
Investasi naik
Investasi di dunia pariwisata terus naik dari tahun ke tahun. Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat investasi pariwisata pada Semester I Tahun 2017 mencapai 929,14 juta dolar Amerika Serikat (Rp12,4 triliun) atau 3,67 persen dari total investasi nasional.
Nilai ini tumbuh 37 persen dari realisasi investasi pariwisata pada semester I tahun 2016. Bahkan nilai investasi tersebut jauh lebih besar dari nilai investasi pada 201 yang tercatat sebesar 602 juta dollar AS atau berkontribusi sebesar 1,45 persen dari total investasi nasional.
Jumlah wisatawan melonjak
Meningkatnya sumbangan devisa dari sektor pariwisata, tentu saja, karena jumlah wisatawan yang terus melonjak. Pada 2015, jumlah wisatawan berjumlah 10 juta orang.
Angka tersebut bertambah menjadi 12 juta orang pada 2016. Penambahan jumlah wisatawan ini menambah pemasukan devisa negara dari US$ 12,336 miliar menjadi US$ 12,44 miliar.
Sementara pada paruh pertama tahun 2017 ini tercatat jumlah pelancong asing sudah menyentuh angka 7,8 juta orang. Pemerintah menargetkan 20 juta wisatawan akan berkunjung ke Indonesia pada 2019.
Menciptakan 10 "Bali Baru"
Untuk memenuhi target perolehan devisa dan 20 juta wisatawan pada 2019, pemerintah pun telah mengembangkan 10 destinasi wisata prioritas, yakni Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Mandalika, Morotai, Borobudur, Danau Toba, Kepulauan Seribu, Bromo Tengger Semeru, Wakatobi, dan Labuan Bajo.
Ke-10 destinasi prioritas tersebut melengkapi 10 destinasi lain yang telah berkembang, seperti Wakatobi, Raja Ampat, Bunaken, Bali, Jakarta, Kepulauan Riau, Banyuwangi, Bandung, Yogyakarta, Solo dan Semarang.